Sabtu, 09 Juni 2012

Masuknya Pihak Ketiga dalam Proses Perkara


Ikut sertanya pihak ketiga dalam proses perkara yaitu voeging, intervensi/tussenkomst dan vrijwaring tidak diatur dalam HIR atau RBg., tetapi dalam praktek ketiga lembaga hukum ini dapat dipergunakan dengan berpedoman pada Rv, Pasal 279 Rv dst. dan Pasal 70 Rv dan sesuai dengan prinsip bahwa hakim wajib mengisi kekosongan, baik dalam hukum materil maupun hukum formil.
Voeging adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung kepada penggugat atau tergugat.
Dalam hal ada permohonan voeging, Hakim memberi kesempatan kepada para pihak untuk menanggapi, selanjutnya dijatuhkan putusan sela, dan apabila dikabulkan maka dalam putusan harus disebutkan kedudukan pihak ketiga tersebut.
Intervensi (tussenkomst) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut dalam proses perkara itu atas alasan ada kepentingannya yang terganggu. Intervensi diajukan oleh karena pihak ketiga merasa bahwa barang miliknya disengketakan/diperebutkan oleh penggugat dan tergugat. Permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela. Apabila permohonan intervensi dikabulkan, maka ada dua perkara yang diperiksa bersama-sama yaitu gugatan asal dan gugatan intervensi.
Vrijwaring adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung jawab (untuk membebaskan tergugat dari tanggung jawab kepada penggugat). Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan dalam proses pemeriksaan perkara oleh tergugat secara lisan atau tertulis.
Misalnya: Tergugat digugat oleh penggugat, karena barang yang dibeli oleh penggugat mengandung cacat tersembunyi, padahal tergugat membeli barang tersebut dari pihak ketiga, maka tergugat menarik pihak ketiga ini, agar pihak ketiga tersebut bertanggung jawab atas cacat itu.
Setelah ada permohonan vrijwaring, Hakim memberi kesempatan para pihak untuk menanggapi permohonan tersebut, selanjutnya dijatuhkan putusan yang menolak atau mengabulkan permohonan tersebut.
Apabila permohonan intervensi ditolak, maka putusan tersebut merupakan putusan akhir yang dapat dimohonkan banding, tetapi pengirimannya ke pengadilan tinggi harus bersama-sama dengan perkara pokok.
Apabila perkara pokok tidak diajukan banding, maka dengan sendirinya permohonan banding dari intervenient tidak dapat diteruskan dan yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan tersendiri.
Apabila permohonan dikabulkan, maka putusan tersebut merupakan putusan sela, yang dicatat dalam Berita Acara, dan selanjutnya pemeriksaan perkara diteruskan dengan menggabung gugatan intervensi ke dalam perkara pokok.
Sumber: Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata, MA RI, 2006, hlm. 33-34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar