Jumat, 08 Juni 2012

Perdamaian


Dalam setiap perkara perdata, apabila kedua belah pihak hadir dipersidangan, hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak. Usaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan dalam sidang sidang berikutnya meskipun taraf pemeriksaan lebih lanjut (Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg).
Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuat akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh hakim dihadapan para pihak sebelum hakim menjatuhkan putusan yang menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut.
Akta/putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, eksekusi dapat dimintakan, kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Akta/putusan perdamaian tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal tersebut harus dicatat dalam berita acara persidangan, selanjutnya pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penterjemah (Pasal 131 HIR/Pasal 155 RBg).
Khusus untuk gugatan perceraian, Hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa, yang sedapat mungkin dihadiri sendiri oleh suami-istri tersebut.
Apabila usaha perdamaian berhasil, maka gugatan penceraian tersebut harus dicabut, apabila usaha perdamaian gagal maka gugatan perceraian diperiksa dalam sidang yang tertutup untuk umum.
Dalam mengupayakan perdamaian digunakan PERMA No.2 Tahun 2003 tentang Mediasi, yang mewajibkan agar semua perkara yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator (Pasal 2 PERMA).
Proses mediasi tersebut sebagai berikut:
1.     Pada hari sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak yang berperkara untuk melakukan mediasi terlebih dahulu, dan untuk keperluan tersebut Hakim wajib menunda proses persidangan perkara itu untuk memberikan kesem­patan kepada para pihak menempuh proses mediasi, serta memberikan penjelasan kepada para pihak tentang prosedur dan biaya mediasi (Pasal 3 PERMA).
2.     Dalam waktu paling lama satu hari kerja setelah sidang pertama, para pihak dan atau kuasa hukum mereka wajib berunding guna memilih mediator dari daftar mediator di pengadilan (Pasal 4 PERMA).
3.     Jika dalam waktu satu hari kerja para pihak atau kuasa hukum mereka tidak dapat bersepakat dalam memilih mediator didalam atau diluar daftar pengadilan, para pihak wajib memilih mediator yang disediakan oleh tingkat pertama, dan jika tidak ada kata sepakat dalam memilih mediator tersebut, ketua majelis berwenang untuk menentukan seorang mediator dengan penetapan (Pasal 4 ayat (2), (3) PERMA).
4.    Hakim yang memeriksa suatu perkara, baik sebagai ketua majelis atau anggota majelis, dilarang bertindak sebagai mediatur bagi perkara yang bersangkutan. {Pasal4 ayat (4).
5.   Proses mediasi yang menggunakan mediator diluar daftar mediator yang dimiliki oleh pengadilan, berlangsung paling lama tiga puluh hari kerja {Pasal 5 ayat (1), selanjutnya para pihak wajib menghadap kembali pada hakim pada sidang yang ditentukan, dan jika para pihak mencapai kesepakatan, mereka dapat meminta penetapan dengan suatu akta perdamaian.
6.     Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan yang tidak dimintakan penetapannya sebagai suatu akta perdamaian, pihak penggugat wajib menyatakan pencabutan gugatan.
7.     Mediatur dari kalangan hakim dan bukan hakim harus memiliki sertifikat sebagai mediator, dan prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi wajib mengikuti PERMA No. 2 Tahun 2003.
8.     Jika dalam waktu seperti yang ditetapkan mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim dan setelah diterima pemberitahuan itu, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku (Pasal 12 PERMA).
9.    Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lainnya.
10.   Fotocopy dokumen dan notulen atau catatan mediator wajib dimusnahkan, dan mediatur tidak dapat diminta menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan (Pasal 13 PERMA).
11. Proses mediasi pada asasnya tidak bersifat terbuka untuk umum, kecuali para pihak menghendaki lain, akan tetapi proses mediasi untuk sengketa publik adalah terbuka untuk umum (Pasal 14 PERMA).
12.   Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama atau ditempat lain yang yang disepakati oleh para pihak. Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama tidak dikenakan biaya, sedangkan penyelenggraan mediasi di tempat lain, pembiayaannya dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan. Penggunaan mediator hakim tidak dipungut biaya, sedangkan biaya mediator bukan hakim ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan kecuali terhadap para pihak yang tidak mampu (Pasal 15 PERMA).
13.   Mediasi wajib dilaksanakan seusai dengan Perma No. 2 Tahun 2003.
14.   Selama proses mediasi, dilarang meletakkan sita jaminan atas milik salah satu pihak kecuali dapat dibuktikan bahwa ada itikad buruk dari pihak tergugat untuk mengalihkan barang-barangnya;

Sumber: Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata, MA RI, 2006, hlm. 37-38.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar