Kamis, 07 Juni 2012

Permohonan


  • Permohonan diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal pemohon.
  • Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat permohonanannya tersebut. (Pasal 120 HIR, Pasal 144 RBg.).
  • Permohonan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri, kemudian didaftarkan dalam buku register dan diberi nomor unit setelah pemohon membayar persekot biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Negeri (Pasal 121 HIR, Pasal 145 RBg.).
  • Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi voluntair dan terhadap perkara permohonan yang diajukan itu, Hakim akan memberikan suatu penetapan.
  • Untuk permohonan pengangkatan anak oleh seorang WNA terhadap anak WNI atau oleh seorang WNI terhadap anak WNA (Pengangkatan Anak Antar Negara / Inter Country Adoption) harus dijatuhkan dalam bentuk putusan (SEMA No.2 Tahun 1979 jo SEMA No.6 Tahun 1983).
  • Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
  • Permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Pengadilan Negeri, yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal anak yang hendak diangkat (SEMA No.2 Tahun 1979 jo SEMA No.6 Tahun 1983 jo SEMA No.4 Tahun 1989).
  • Untuk permohonan pengangkatan anak oleh seorang WNA terhadap anak WNI atau oleh seorang WNI terhadap anak WNA (Pengangkatan Anak Antar Negara Inter Country Adoption) hanya dapat dilakukan dalam daerah Pengadilan Negeri dimana Yayasan yang ditunjuk Departemen. Sosial RI untuk dapat dilakukannya Inter Country Adoption berada; yang saat ini ada 6, yaitu :
  1. a. DKI Jakarta        - Yayasan          Sayap                        Ibu     -Yayasan Bhakti Nusantara "Tiara Putra"
  2. b. Jawa Barat         - Yayasan Pemeliharaan Anak di Bandung.
  3. c.  DI Yogyakarta   - Yayasan Sayap Ibu.
  4. d. Jawa Tengah      - Yayasan Pemeliharaan Anak dan Bayi di Solo.
  5. e.  Jawa Timur       - Panti Matahari Terbit di Surabaya.
  6. f. Kalimantan Barat  - Yayasan Kesejahteraan Ibu dan Anak Pontianak.
  • Inter Country Adoption dilakukan sebagai upaya terakhir (Ultimatum Remedium), dan pelaksanaannya harus memperhatikan SEMA No.6 Tahun 1983 jo SEMA No.4 Tahun 1989 jo UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39, Pasal 40 dan Pasal 41).
  • Perlu diperhatikan adanya Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02.PW.09.01-1981 tentang Pemberian Paspor dan  Exit Permit kepada anak warga negara Indonesia yang diangkat anak oleh warga negara asing, tanggal 3 Agustus 1981, khususnya butir 1 yang berbunyi:
"Melarang memberikan paspor dan exit permit kepada anak-anak Warga Negara Indonesia yang diangkat anak oleh Warga Negara Asing apabila pengangkatan anak tersebut tidak dilakukan oleh Putusan Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal tempat kediaman anak tersebut di Indonesia."
Jenis-jenis permohonan yang dapat diajukan melalui Pengadilan Negeri antara lain:
  1. Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa adalah 18 tahun (menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47; menurut Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 1; menurut Undang-undang No 23 Tahun 2002 Pasal 1 butir ke 1).
  2. Permohonan pengangkatan pengampuan bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun.
  3. Permohonan pewarganegaraan (Naturalisasi) sesuai Pasal 5 Undang-undang No. 62 Tahun 1958 jo Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 Tahun 1992.
  4. Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974).
  5. Permohonan izin nikah bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun (Pasal 6 ayat (5) Undang­-undang No.1 Tahun 1974).
  6. Permohonan pembatalan perkawinan (Pasal 25, 26 dan 27 Undang-undang No.1 Tahun 1974).         .
  7. Permohonan pengangkatan anak (harus diperhatikan SEMA No. 6/1983).
  8. Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil, misalnya apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut (Penduduk Jawa dan Madura Ordonantie Pasal 49 dan 50, Peraturan Catatan Sipil keturunan Cina Ordonantie 20 Maret 1917-130 jo 1929-81 Pasal 95 dan 96, Untuk golongan Eropa KUH Perdata Pasal 13 dan 14), permohonan akta kelahiran, akta kematian.
  9. Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit (Pasal 13 dan 14 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan  Alternatif Penyelesaian Sengketa).
  10. Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan tidak hadir (Pasal 463 BW) atau dinyatakan meninggal dunia (Pasal 457 BW).
  11. Permohonan agar ditetapkan sebagai wakil/kuasa untuk menjual harta warisan.
Permohonan yang dilarang.
  1. Permohonan untuk menetapkan status kepemilikan atas suatu benda, baik benda bergerak ataupun tidak bergerak. Status kepemilikan suatu benda diajukan dalam bentuk gugatan.
  2. Permohonan untuk menetapkan status keahliwarisan seseorang. Status keahlian warisan ditentukan dalam suatu gugatan.
  3. Permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah gah. Menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah harus dalam bentuk gugatan.
Untuk mengalihkan status kepemilikan benda tetap, seperti menghibahkan, mewakafkan, menjual, membalik nama sebidang tanah dan rumah, yang semula tercatat atas nama almarhum atau almarhumah; cukup dilakukan:
  • Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris Adat, dengan surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh ahli waris yang bersangkutan sendiri, yang disaksikan oleh Lurah dan diketahui Camat dan desa dan
  • kecamatan tempat tinggal almarhum.
  • Bagi mereka yang berlaku Hukum waris lain-lainnya, misalnya Warga Negara Indonesia keturunan Hindia, dengan surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (perhatikan Surat Edaran Menteri, Direktur Jenderal Agraria, Kepala Direktorat Pendaftaran Tanah ub. Kepala Pembinaan Hukum, R.Soepandi tertanggal 20 Desember 1969, No. Dpt/112/63/12/69, yang terdapat dalam buku tuntunan bagi Pejabat Pembuat Akte Tanah, Departemen Dalam Negeri, Ditjen Agraria, halaman 85).
Akta Di Bawah Tangan Mengenai Keahliwarisan.
a. Akta ini dibuat oleh ahli waris almarhum, yang berupa   suatu surat pemyataan bahwa dia mereka adalah ahli  waris, dengan menyebutkan kedudukan masing­ masing dalam hubungan keluarga yang telah meninggal. Pernyataan yang dibuat tersebut dapat dimintakan untuk disahkan tanda tangannya oleh Ketua Pengadilan Negeri.
b. Setelah membacakan dan menjelaskan surat pernyataan tersebut dihadapan para pihak, Ketua Pengadilan Negeri atau Hakim yang ditunjuk mengesahkan tanda tangan mereka berdasarkan ketentuan Pasal 2 (1) Stbld. 1916-46 dengan cara, dibawah pernyataan tersebut dibubuhi kalimat:
Yang bertanda tangan dibawah ini, Ketua/Hakim Pengadilan Negeri __________, menerangkan, bahwa bernama ______________     telah saya kenal atau telah­ diperkenalkan kepada saya, dan kepadanya/mereka telah saya jelaskan isi pernyataan dalam akta tersebut di atas, dan  setelah itu ia/mereka membubuhkan tandatangannya dihadapan saya.
c. Surat keterangan ahli waris tersebut hanya berlaku untuk suatu keperluan tententu, karena itu dibawahnya dicantumkan dengan huruf-huruf besar sebagai berikut (sebagai contoh) :
Catatan :
"Akta dibawah tangan yang telah disahkan ini khusus berlaku untuk mengambil uang deposito di bank _____________ atas nama _____________”.
d. Dan kemudian dibubuhi cap Pengadilan Negeri sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Stbld.1916-46, akta tersebut dicatat dalam Buku Register yang khusus disediakan untuk itu.

Sumber: Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan di Lingkungan Peradilan Umum: Perdata Umum, MA RI, 2006, hlm. 24-26.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar