Sabtu, 14 April 2012

ASAS PERADILAN



ASAS PERADILAN
(Pasal 2-17 UU RI NOMOR  48  TAHUN  2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN.

Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Pasal 2 ayat (1).
Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Pasal 2 ayat (2).
Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara yang diatur dengan undang-undang. Pasal 2 ayat (3).
Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Pasal 2 ayat  (4).


Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan. (Pasal 3  ayat (1).
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3  ayat (2).

Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Pasal 4  ayat (1).
Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.  Pasal 4  ayat (2).

Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.  Pasal 5 ayat (1).
Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Pasal 5 ayat (2).
Hakim wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Pasal 5 ayat (3).

Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan, kecuali undang-undang menentukan lain.  Pasal 6 ayat (1).
Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang  yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.  Pasal 6 ayat (2).

Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, kecuali atas perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara  yang diatur dalam undang-undang. Pasal 7.

Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 8 ayat (1).
Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim  wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Pasal 8 ayat (2).

Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. Pasal 9 ayat (1).

Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Pasal 10  ayat (1).
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian. Pasal 10  ayat (2). 

Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali  undang-undang  menentukan lain. Pasal 11 ayat (1).
Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum, kecuali undang-undang  menentukan lain. Pasal 11 ayat (4).

Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dengan kehadiran terdakwa, kecuali undang-undang  menentukan lain Pasal 12 ayat  (1).
Dalam hal terdakwa tidak hadir, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai,  putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri terdakwa. Pasal 12 ayat  (2).

Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang  menentukan lain. Pasal 13 ayat (1).
Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.Pasal 13 ayat (2).

Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia. Pasal 14 ayat (1).
Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. Pasal 14 ayat (2).
Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan. Pasal 14 ayat (3).

Pengadilan wajib saling memberi bantuan yang diminta untuk kepentingan peradilan. Pasal 15.

Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Pasal 16 . 

Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. Pasal 17  ayat (1).
Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya. Pasal 17  ayat (2).
Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera. Pasal 17  ayat (3).
Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera  wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat. Pasal 17  ayat (4).
Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara. Pasal 17  ayat (5).
Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 17  ayat (6).
Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yangberbeda. Pasal 17  ayat (7). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar